Sabtu, 13 Februari 2016

Fasisme

Sistem kediktatoran yang menempatkan negara di tangan satu orang dan melarang setiap oposisi atau perlawanan disebut fasisme, yang merupakan manifestasi kekecewaan terhadap kebebasan individual (individual freedom) dan kebebasan berfikir (freedom of thought). Dalam paham ini, terdapat tokoh yang sangat fenomenal yaitu Mussolini dan Hitler. Mereka menganggap fasisme merupakan paham politik yang mengagungkan kekuasaan absolut tanpa demokrasi. Pada abad ke-20, fasisme muncul di Italia dalam bentuk Benito Mussolini. Awal kemunculannya, fasisme muncul dalam masyarakat yang telah maju (developed countries) dan makmur, telah mengalami proses industrialisasi dan modernisasi serta berhasil mengembangkan tehnologi tinggi (high technology). Dilain pihak, fasisme juga lahir dalam negara yang mengalami kegagalan demokrasi atau post-democracy (‘pernah’ mengalami demokrasi). Dalam perkembangannya fasisme berasal dari kaum borjuis kecil, kaum lumpenproletar, bahkan pada tingkatan tertentu dari masa proletar.
Adapun latar belakang perkembangan fasisme meliputi : Pertama, kecenderungan individu menyesuaikan diri secara terpaksa dengan cita-cita dan praktik-praktik kuno. Kedua, kepribadian yang kaku secara emosional dan kurang memiliki imajinasi intelektual yang luas dan terbuka. Ketiga, individu memiliki watak mementingkan status dan kekuasaan atau pengaruh. Keempat, individu memiliki kecenderungan loyalitas yang kuat pada kelompoknya sendiri. Kelima, ia memiliki disiplin dan kepatuhan yang kuat namun kurang akan kebebasan dan spontanitas dalam hubungan kemaniusiaan.

Dalam paham fasime terdapat doktrin-doktrin dan gagasan-gagasan yang mempengaruhi masyarakat saat itu. Diantaranya adalah gagasan mengenai Mitos Ras Unggul (the myth of race), doktrin Anti-Semitisme, doktrin Totalitarianisme dan doktrin tentang Elite & Pemimpin. Setelah terjadinya perang dunia kedua meyakinkan mayoritas orang bahwa fasisme telah dimusnahkan untuk selamanya dan didiskreditkan sampai titik di mana tak dapat lagi menarik pengikut. Ilusi perang dunia kedua dilakukan untuk menjadikan dunia aman dari bahaya fasisme seperti ilusi sebelumnya bahwa perang dunia pertama dilakukan untuk menjadikan dunia aman bagi demokrasi.

Hafal Pancasila, Wujud Cinta Indonesia

Pancasila merupakan dasar yang dijadikan pedoman dalam bela negara sebagai wujud cinta tanah air dan rasa bangga terhadap eksistensi yang dimiliki Indonesia. Bukan hanya sebagai pedoman dalam bertindak dan berperilaku, tetapi paham akan pancasila berarti paham akan bela negara.
Tiap warga negara wajib memahami upaya bela negara karena bela negara bukan hanya menjadi urusan TNI dan POLRI, tetapi hak dan kewajiban seluruh warga negara sesuai peran dan profesinya. Upaya bela negara adalah sikap dan perilaku sebagai warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya pada NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara.
Masiswa merupakan harapan dan masa depan Indonesia. Merekalah yang akan mewarisi dan melanjutkan perjuangan bangsa. Meskipun semakin sedikit anak muda (mahasiswa) yang sadar akan pentingnya bela negara, tidak menuntut mahasiswa dalam berperan aktif terhadap bela negara. Yaitu dengan mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila di masyarakat.
Dalam UUD 1945 Pasal 30 ayat (1) ditegaskan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara”. Sedangkan dalam Pasal 30 ayat (2) disebutkan bahwa “Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan POLRI sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung”. Bagi mahasiswa bela negara bukanlah berperang dalam arti yang sebenarnya, tetapi hafal dan paham betul tentang pancasila dengan menerapkan tindakan positif di masyarakat adalah salah satu wujud bela negara. Saat ini, para pemuda mulai kehilangan rasa bangga atau bahkan rasa memiliki terhadap tanah air atau negara Indonesia. Jika hal ini terus berlanjut, maka sudah dapat dipastikan Indonesia akan terus terjajah di negeri sendiri.
Peran Mahasiswa
Mahasiswa selalu menjadi bagian dari perjalanan sebuah bangsa. Roda sejarah demokrasi selalu menyertakan mahasiswa sebagai pelopor, penggerak, bahkan sebagai pengambil keputusan. Hal tersebut telah terjadi di berbagai negara di dunia, baik di Timur maupun di Barat. Pemikiran kritis, demokratis, dan konstruktif selalu lahir dari pola pikir para mahasiswa. Suara-suara mahasiswa kerap kali merepresentasikan dan mengangkat realita sosial yang terjadi di masyarakat. Sikap idealistis mendorong mahasiswa untuk memperjuangkan sebuah aspirasi pada penguasa, dengan cara mereka sendiri.
Tak dapat dipungkiri bila generasi muda khususnya para mahasiswa, selalu dihadapkan pada permasalahan global. Setiap ada perubahan, mahasiswa selalu tampil sebagai kekuatan pelopor, kekuatan moral dan kekuatan pendobrak untuk melahirkan perubahan. Karena mahasiswa sudah telanjur dikenal masyarakat sebagai agent of change, agent of modernization, atau agen-agen yang lain. Hal ini memberikan konsekuensi logis kepada mahasiswa untuk bertindak dan berbuat sesuai dengan gelar yang disandangnya. Mahasiswa harus tetap memiliki sikap kritis, dengan mencoba menelusuri permasalahan sampai ke akar-akarnya.
Wujud Cinta Indonesia

Untuk meningkatkan kesadaran kaum muda (mahasiswa) tentang bela negara, sebagai upaya terlaksananya UUD 1945 Pasal 30 ayat (1) dapat diwujudkan melalui kegiatan di kampus. Mengingat mahasiswa merupakan bagian dari civitas academic dan sebagai generasi muda dalam tahap pengembangan dewasa muda, maka dalam penataan organisasinya disusun berdasarkan prinsip dari, oleh, dan untuk mahasiswa dan merupakan sub-sistem dari perguruan tinggi yang bersangkutan. Dalah hal ini, tentu mahasiswa tidak boleh melupakan pedoman pancasila sebagai dasar untuk menanamkan jiwa nasionalisme. Tujuannya adalah sebagai upaya bela negara sesuai profesi yaitu seorang mahasiswa.