Undang-undang
nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (pasa 1 ayat 19) menyatakan
bahwa Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan,isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan.
Setidaknya kurikulum memegang peranan peting dalam aspek konservatif, kreatif
maupun kritis dan evaluatif. Ketiga peranan inilah yang akan menentukan arah
dan tujuan dari proses suatu pembelajaraan.
Empat
pilar pendidikan yang dicanangkan oleh UNESCO, yaitu: learning to know
(belajar mengetahui), learning to do
(belajar melakukan sesuatu), learning to be (belajar menjadi sesuatu)
dan learning to live together (belajar hidup bersama) menjadi target
setiap negara untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Beragam cara
dilakukan guna tercapainya tujuan pendidikan yang termuat dalam Undang-undang
No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar mampu menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Salah satunya adalah pengembangan kurikulum 2013 yang telah didesain di
Indonesia.
Perubahan
kurikulum tingkat satuan pendidikan tahun 2006 (KTSP 2006) ke kurikulum 2013,
menjai persoalan tersendiri yang terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia. Beberapa
hal perlu disoroti dalam menanggapi masalah tersebut, diantaranya termuat dalam
okezone news (11/12/2014) yaitu:
1. Tidak
ada kajian terhadap penerapan Kurikulum 2006 yang berujung pada kesimpulan
urgensi perpindahan kepada Kurikulum 2013.
2. Tidak
ada evaluasi menyeluruh terhadap uji coba penerapan Kurikulum 2013 setelah
setahun penerapan di sekolah-sekolah yang ditunjuk.
3. Kurikulum
sudah diterapkan di seluruh sekolah di bulan Juli 2014, sementara instruksi
untuk melakukan evaluasi baru dibuat 14 Oktober 2014, yaitu enam hari sebelum
pelantikan presiden baru (Peraturan Menteri no. 159).
4. Penyeragaman
tema di seluruh kelas, sampai metode, isi pembelajaran dan buku yang bersifat
wajib sehingga terindikasi bertentangan dengan UU Sisdiknas.
5. Penyusunan
konten Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar yang tidak seksama sehingga
menyebabkan ketidak-selarasan.
6. Kompetensi
Spiritual dan Sikap terlalu dipaksakan sehingga menganggu substansi keilmuan
dan menimbulkan kebingungan dan beban administratif berlebihan bagi para guru.
7. Metode
penilaian sangat kompleks dan menyita waktu sehingga membingungkan guru dan
mengalihkan fokus dari memberi perhatian sepenuhnya pada siswa.
8. Ketidaksiapan
guru menerapkan metode pembelajaran pada Kurikulum 2013 yang menyebabkan beban
juga tertumpuk pada siswa sehingga menghabiskan waktu siswa di sekolah dan di
luar sekolah.
9. Ketergesa-gesaan
penerapan menyebabkan ketidaksiapan penulisan, pencetakan dan peredaran buku
sehingga menyebabkan berbagai permasalahan di ribuan sekolah akibat
keterlambatan atau ketiadaan buku.
10. Berganti-gantinya
regulasi kementerian akibat revisi yang berulang.
Implementasi
kurikulum 2013 dibeberapa sekolah memang memiliki beberapa kendala. Salah guru
(Slamet Santoso/ 41 th.) IPA MTs. Fatahillah Bringin megungkapkan bahwa KTSP
lebih simpel dan lebih mudah. Sedangkan gambaran kurikulum 2013 terlalu rumit.
Mungkin disebabkan belum adanya kejelasan implementasi sesuai rancangan yang
diinginkan pemerintah. Akibatnya perbedaan pemahaman pendidik menjadikan K-13
dianggap menyusahkan guru. Akan tetapi jika K-13 telah diuji dan digodok dulu
sebelumnya, pastinya tidak akan ada kesalah pemahaman antar pendidik yang dapat
meyebabkan K-13 harus direfisi untuk kesekian kalinya.
Grand
design (desain induk) kurkulum 2013 yang
disosialisasikan di berbagai wilayah, ternyata masih meninggalkan miskonsepsi
mengenai implementasinya. Hal ini terkendala pada singkatnya waktu dalam
memaparkan sejelas-jelasnya konsep kurikulum 2013. Sehingga masih terdapat
ketidak singkronan antara pemahaman guru satu dengan guru lainnya. Akibatnya
kurkulum 2013 dianggap rumit dan
merepotkan oleh sebagian guru. Menanggapi problema yang muncul,
setidaknya pemerintah berlaku sigap aggar kurikulum 2013 dapat
diimplementasikan dengan baik.
Mutu
Pendidik
Pada
dasarnya kesepuluh masalah di atas terjadi bukan karena salah menteri
pendidikan, guru, maupun siswa. Akan tetapi masalah tersebut muncul akibat
beragamnya kondisi sekolah yang ada di seluruh Indonesia. Perubahan kurikulum di
mana pun, sebetulnya hampir sama. selalu membutuhkan penyesuaian pola pikir
para pemangku kepentingan (stake holder). Demikian pula yang
terjadi pada Kurikulum 2013 ini, ia hanya mungkin sukses bila ada perubahan
paradigma atau lebih tepatnya mindset para guru dalam proses pembelajaran.
Hal itu mengingat substansi perubahan dari Kurikulum 2006 (KTSP) ke Kurikulum
2013 ini adalah perubahan proses pembelajaran, dari pola pembelajaran ala bank,
yaitu guru menulis di papan tulis dan murid mencatat di buku serta guru
menerangkan sedangkan murid mendengarkan menjadi proses pembelajaran yang lebih
mengedepankan murid untuk melakukan pengamatan, bertanya, mengeksplorasi,
mencoba, dan mengekspresikannya. Proses pembelajaran yang mendorong siswa untuk
aktif tersebut hanya mungkin terwujud bila mindset guru telah berubah. Mereka tidak lagi
memiliki mindset bahwa mengajar harus di dalam kelas
dan menghadap ke papan tulis. Mengajar bisa dilakukan di perpustakaan, kebun,
tanah lapang, atau juga di sungai. Media pembelajaran pun tidak harus buku,
alat peraga, atau komputer. Tanam-tanaman dan pohon di kebun, sungai, dan
sejenisnya juga dapat menjadi media pembelajaran.
Mengubah mindset guru seperti itu tidak mudah, karena
sudah berpuluh tahun guru mengajar dengan model ala bank. Tidak mudah bila
tiba-tiba guru harus berubah menjadi seorang fasilitator dan motivator.
Mengubah mindset guru itulah pekerjaan rumah tersendiri
bagi Kemendikbud. dalam mengimplementasikan Kurikulum 2013. Kegagalan mengu-bah mindset guru akan menjadi sumber kegagalan
implementasi Kurikulum 2013. Persoalannya adalah perubahan mindset guru tidak bisa dilakukan dalam waktu
singkat, melainkan butuh waktu bertahun-tahun, padahal Kurikulum 2013 itu harus
dilaksanakan dalam waktu secepatnya. Komprominya adalah persoalan teknis
dilatihkan dalam waktu satu minggu, tapi perubahan mindset harus dilakukan terus-menerus dengan
cara mendorong guru untuk terus belajar. Pada intinya kurikulum 2013 menuntut guru untuk lebih kreatif dan inovatif dalam proses pengajaran. .
Fasilitas
Sekolah
Dalam
dunia pendidikan, tidak semua sekolah memiliki fasilitas yang memadai, utamanya
sekolah di daerah. Kurikulum 2013, mengedepankan kinerja siswa. Guru hanya sebagai
fasilitator dan motivator. Pada mapel pelajaran IPA ada banyak sekali praktik
yang jelas membutuhkan laboratorium. Slamet Santoso mengatakan dibutuhkan laboratorium
dengan tempat yang luas dan alat-alatnya juga harus memadai untuk dapat
menerapkan kurikulum 2013. Contoh saja keadaan di MTs. Fatahillah Bringin, laboratorium
untuk pembelajaran IPA digunakan sebagai kelas. Problem ini menjadikan MTs. Fatahillah
belum bisa menerapkan kurikulum 2013. Alternatifnya adalah persiapan menuju
K-13 yang diimbangi dengan pemenuhan semua fasilitas yang mendukung dalam
kegiatan pembelajaran.
Selain
problema yang di alami MTs. Fatahillah, banyak juga sekolah yang mengalami hal
serupa. Untuk dapat memenuhi semua fasilitas tidaklah semudah membalikkan
telapak tangan. Apalagi sekolah berbasis swasta. Kemungkinan besar adalah akan
memberatkan orang tua murid karena semua fasilitas sekolah dilimpahkan pada
pembayaran SPP yang melambung tinggi. Pemerintah sanatlah berperan penting
dalam perubahan kurikulum ini. Perubahan KTSP 2006 ke K-13 perlu diimbangi
dengan pemenuhan fasilitas agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan
lancar.